INFOPBG.COM, Purbalingga - Tak hanya indah dan pandai berkicau, burung jalak suren (Sturnus contra) juga menyimpan nilai budaya dan simbol kebanggaan bagi masyarakat Jawa Tengah. Dua kabupaten, yakni Purbalingga dan Tegal, bahkan menjadikannya sebagai maskot fauna daerah karena keunikan dan popularitasnya di kalangan pecinta burung kicauan atau kicaumania.
Si Penjaga Rumah yang Cerdas
Burung jalak suren dikenal memiliki banyak julukan yang positif. Selain sebagai ocehan handal, ia juga dijuluki sebagai “burung penjaga rumah” karena kepekaannya terhadap lingkungan sekitar. Banyak pemilik memeliharanya layaknya anjing penjaga, sebab burung ini akan mengeluarkan suara khas ketika mendeteksi kehadiran orang asing.
Dengan karakter cerewet dan suara nyaring, jalak suren menjadi favorit di kalangan penghobi burung. Mereka menilai suara “ribut tapi riang” khas burung ini sebagai daya tarik tersendiri, terutama bagi yang gemar melatih burung untuk kontes kicauan.
Fauna Identitas Purbalingga
Di Kabupaten Purbalingga, jalak suren menjadi maskot fauna daerah. Ia berpasangan dengan buah duwet (Syzygium cumini) sebagai maskot flora, yang sama-sama merepresentasikan kekayaan hayati wilayah tersebut.
Menurut laman alamendah.org, jalak suren termasuk famili Sturnidae dan tersebar luas di berbagai wilayah Asia, mulai dari India, Bangladesh, hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di tanah air, burung ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali, terutama di daerah dataran rendah dekat permukiman penduduk.
Ciri Khas dan Perilaku
Ukuran tubuh jalak suren tergolong sedang, sekitar 24 sentimeter. Warna bulunya merupakan perpaduan hitam dan putih elegan: putih pada dahi, pipi, garis sayap, dan perut, sedangkan bagian dada dan punggung berwarna hitam pekat (kecokelatan pada burung muda).
Ciri khas lain yang mudah dikenali adalah kulit jingga di sekitar mata, paruh merah dengan ujung putih, serta kaki berwarna kuning. Jalak suren biasanya hidup berkelompok kecil, mencari makan di tanah berupa cacing dan serangga, lalu beristirahat bersama di malam hari.
Populasi Masih Aman
Meski di alam liar populasinya mulai berkurang, IUCN Red List menempatkan jalak suren dalam kategori “Least Concern” (Risiko Rendah). Artinya, spesies ini masih aman dari ancaman kepunahan.
Di Indonesia, jalak suren justru banyak dijumpai di pasar-pasar burung karena menjadi salah satu jenis yang paling diminati. Harga jualnya pun bervariasi, tergantung kualitas suara dan keturunan, bahkan bisa mencapai angka yang cukup tinggi.
Nilai Budaya dan Filosofi
Lebih dari sekadar burung kicauan, jalak suren juga memiliki nilai kultural yang kuat. Dalam tradisi masyarakat Sema Naga di India, burung ini dipercaya sebagai reinkarnasi manusia, sehingga mereka pantang memburunya atau memakannya.
Di Indonesia, jalak suren dianggap menguntungkan bagi petani, karena gemar memakan serangga perusak tanaman. Maka tak heran jika keberadaannya disimbolkan sebagai burung pembawa keberuntungan dan keseimbangan alam.
Kebanggaan Dua Daerah
Selain Purbalingga, Kabupaten Tegal juga menjadikan jalak suren sebagai maskot kebanggaan. Langkah ini menjadi bentuk apresiasi terhadap keindahan, kecerdasan, serta peran ekologis burung yang dikenal setia dan bersahabat dengan manusia ini.
Keberadaan jalak suren tidak hanya memperindah langit pedesaan, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kekayaan hayati Indonesia adalah identitas yang layak dijaga bersama.
Si Penjaga Rumah yang Cerdas
Burung jalak suren dikenal memiliki banyak julukan yang positif. Selain sebagai ocehan handal, ia juga dijuluki sebagai “burung penjaga rumah” karena kepekaannya terhadap lingkungan sekitar. Banyak pemilik memeliharanya layaknya anjing penjaga, sebab burung ini akan mengeluarkan suara khas ketika mendeteksi kehadiran orang asing.
Dengan karakter cerewet dan suara nyaring, jalak suren menjadi favorit di kalangan penghobi burung. Mereka menilai suara “ribut tapi riang” khas burung ini sebagai daya tarik tersendiri, terutama bagi yang gemar melatih burung untuk kontes kicauan.
Fauna Identitas Purbalingga
Di Kabupaten Purbalingga, jalak suren menjadi maskot fauna daerah. Ia berpasangan dengan buah duwet (Syzygium cumini) sebagai maskot flora, yang sama-sama merepresentasikan kekayaan hayati wilayah tersebut.
Menurut laman alamendah.org, jalak suren termasuk famili Sturnidae dan tersebar luas di berbagai wilayah Asia, mulai dari India, Bangladesh, hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di tanah air, burung ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali, terutama di daerah dataran rendah dekat permukiman penduduk.
Ciri Khas dan Perilaku
Ukuran tubuh jalak suren tergolong sedang, sekitar 24 sentimeter. Warna bulunya merupakan perpaduan hitam dan putih elegan: putih pada dahi, pipi, garis sayap, dan perut, sedangkan bagian dada dan punggung berwarna hitam pekat (kecokelatan pada burung muda).
Ciri khas lain yang mudah dikenali adalah kulit jingga di sekitar mata, paruh merah dengan ujung putih, serta kaki berwarna kuning. Jalak suren biasanya hidup berkelompok kecil, mencari makan di tanah berupa cacing dan serangga, lalu beristirahat bersama di malam hari.
Populasi Masih Aman
Meski di alam liar populasinya mulai berkurang, IUCN Red List menempatkan jalak suren dalam kategori “Least Concern” (Risiko Rendah). Artinya, spesies ini masih aman dari ancaman kepunahan.
Di Indonesia, jalak suren justru banyak dijumpai di pasar-pasar burung karena menjadi salah satu jenis yang paling diminati. Harga jualnya pun bervariasi, tergantung kualitas suara dan keturunan, bahkan bisa mencapai angka yang cukup tinggi.
Nilai Budaya dan Filosofi
Lebih dari sekadar burung kicauan, jalak suren juga memiliki nilai kultural yang kuat. Dalam tradisi masyarakat Sema Naga di India, burung ini dipercaya sebagai reinkarnasi manusia, sehingga mereka pantang memburunya atau memakannya.
Di Indonesia, jalak suren dianggap menguntungkan bagi petani, karena gemar memakan serangga perusak tanaman. Maka tak heran jika keberadaannya disimbolkan sebagai burung pembawa keberuntungan dan keseimbangan alam.
Kebanggaan Dua Daerah
Selain Purbalingga, Kabupaten Tegal juga menjadikan jalak suren sebagai maskot kebanggaan. Langkah ini menjadi bentuk apresiasi terhadap keindahan, kecerdasan, serta peran ekologis burung yang dikenal setia dan bersahabat dengan manusia ini.
Keberadaan jalak suren tidak hanya memperindah langit pedesaan, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kekayaan hayati Indonesia adalah identitas yang layak dijaga bersama.