INFOPBG COM, Purbalingga - Geliat sektor perkebunan kopi di Kabupaten Purbalingga kembali menguat. Tidak hanya para petani senior, generasi muda kini juga mulai melirik budidaya kopi sebagai peluang usaha menjanjikan seiring meningkatnya harga Arabika dan Robusta di pasaran nasional.
Fenomena ini tampak dalam kegiatan Rembug Kopi yang digelar Komunitas Petani Kopi Purbalingga (Kompak) bekerja sama dengan Dinas Pertanian (Dinpertan) Purbalingga, Jumat (21/11), di Gasebo P4S Sawah Gunung, Desa/Kecamatan Karanganyar.
Acara tersebut dihadiri sejumlah tokoh perkopian dan pemerintahan, di antaranya Kepala Dinpertan Ir Prayitno, M.Si, Penasehat Kompak Dr Indaru Setyo Nurprjo, S.IP, MA, pegiat kopi Purbalingga yang kini berdomisili di Jakarta Hapsoro Paripurno, serta perwakilan Dinpertan dan para petani anggota Kompak dari berbagai wilayah.
Harga Kopi Meroket, Petani Kembali Bergairah
Rusdi, petani kopi asal Gondang - Karangreja, mengungkapkan tren positif harga dua tahun terakhir membuat petani optimistis.
Saat ini, kopi petik merah dibanderol Rp75.000–80.000/kg, sementara petik jotos (ijo atos) mencapai Rp55.000-65.000/kg.
“Dulu ketika harga hanya Rp18.000–20.000, banyak petani putus asa hingga menebang pohon kopi. Kini kami kembali menanam dengan harapan masa depan yang lebih cerah,” jelasnya.
Hal serupa dikatakan Kusnoto, petani dari Desa Jingkang, Karangjambu. Ia menyebut antusiasme generasi muda semakin terlihat.
“Kami siap menanam sebanyak apa pun bibit yang tersedia. Kami harap pemerintah hadir memperkuat semangat ini,” ujarnya.
Tikno, petani dari Desa Kutabawa sekaligus produsen Mount Slamet Coffee, menambahkan bahwa panen terakhir sangat menggembirakan:
Harga Robusta tembus Rp75.000-80.000/kg, bahkan Arabika green bean mencapai Rp150.000/kg.
Mendorong Hilirisasi dan Cerita Besar Kopi Purbalingga
Hapsoro Paripurno memaparkan konsep pengembangan kopi bertajuk “Mempertautkan Kopi, Kita, dan Bumi”, sebuah pendekatan hulu-hilir yang menggabungkan ekologi, budaya, hingga daya tarik pariwisata.
Konsep ini mencakup narasi multikanal: riset, seni, pameran, tur, hingga pengalaman konsumsi kopi modern, sekaligus menargetkan kenaikan nilai jual kopi hingga 20–30%.
“Kopi bukan hanya produk. Ada cerita tentang petani, lingkungan, dan kebanggaan daerah yang bisa kita angkat bersama,” ucap pria yang akrab disapa Rio itu.
Petani Didorong Akses Lahan dan Kolaborasi Desa
Penasehat Kompak, Dr Indaru, menekankan pentingnya kolaborasi antara petani dan pemerintah desa yang memiliki hak kelola hutan di wilayahnya.
“Pemanfaatan lahan hutan untuk tanaman kopi dapat meningkatkan kesejahteraan sekaligus menjaga kelestarian alam,” ungkapnya.
Ia mencontohkan beberapa desa seperti Ponjen (Karanganyar) dan Tanalum (Rembang) yang berpotensi mengembangkan kebun kopi berbasis konservasi.
Dinpertan Siap All Out Dukung Perkopian Purbalingga
Kepala Dinpertan Purbalingga, Prayitno, menyampaikan data terbaru:
Robusta: 1.682 hektare → produksi rata-rata 188,3 kg/ha
Arabika: 98 hektare → produksi rata-rata 130,5 kg/ha
Pemkab bahkan menyiapkan lahan kopi 1,9 hektare di Desa Cendana sebagai demplot percontohan.
“Kami siap mendukung hilirisasi bersama petani. Purbalingga memiliki peluang besar menjadi sentra kopi berdaya saing tinggi,” tegasnya.
Menuju Branding Baru: “Kopi Purbalingga Mendunia”
Momentum kebangkitan kopi ini dinilai menjadi kesempatan emas bagi Purbalingga untuk memperkuat identitas baru di sektor agrikultur dan ekonomi kreatif. Semangat petani, terutama generasi muda, menjadi energi utama perubahan tersebut.
Dengan dukungan pemerintah, jejaring pelaku industri, serta narasi yang kuat, bukan tidak mungkin Kopi Purbalingga akan segera dikenal lebih luas—dari kafe lokal hingga pangsa pasar internasional.

