INFOPBG.COM, PURBALINGGA - Di balik koleksi kain batik tua yang tersimpan rapi di Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja, terdapat sebuah mahakarya yang sarat sejarah: Batik Naga Tapa. Kain berusia 85 tahun ini bukan sekadar wastra biasa, melainkan hasil karya istri Adipati Dipokusumo V yang dibuat sekitar tahun 1940.
Motifnya unik, menampilkan naga bergaya Jawa yang berbeda dari naga Tiongkok maupun Eropa. Ornamen pelengkap seperti pohon hayat, flora-fauna, dampar, hingga rumah joglo menjadikan Naga Tapa sarat filosofi sekaligus identitas lokal Purbalingga. Dahulu, kain batik ini hanya dikenakan kalangan tertentu, terutama para adipati dan pamong praja.
Namun, seiring berjalannya waktu, produksi Batik Naga Tapa berhenti dan hampir punah. Kini, Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) bertekad menghidupkan kembali motif klasik tersebut.
“Motif Naga Tapa memiliki nilai sejarah yang tinggi. Kami ingin motif ini diangkat kembali agar bisa digunakan secara luas, termasuk oleh ASN Pemkab Purbalingga,” ujar Gunanto Eko Saputro, Kabag Perekonomian dan SDA Setda Purbalingga, Selasa (23/9/2025).
Batik Lokal untuk Identitas Daerah
Saat ini, Purbalingga memiliki 22 sentra batik yang siap diberdayakan. Pemerintah menekankan, produksi batik khas daerah harus kembali dikerjakan oleh pembatik lokal, bukan oleh daerah lain sebagaimana terjadi di masa lalu.
Selain motif klasik, Pemkab juga membuka ruang kreativitas lewat Lomba Desain Batik Purbalingga 2025. Kompetisi ini menghadirkan dua kategori:
Klasik: fokus pada Batik Naga Tapa.
Kreasi baru: bertema sejarah dan alam Purbalingga, mulai dari flora-fauna, tokoh pahlawan nasional Jenderal Soedirman, hingga panorama Gunung Slamet.
Lomba berlangsung hingga 25 September 2025, dengan penjurian pada 26 September, dan pengumuman pemenang pada 27 September. Karya terbaik akan diproduksi massal dan ditampilkan dalam fashion show di Alun-Alun Purbalingga pada Oktober 2025.
Warisan Menjadi Kebanggaan
Upaya ini diharapkan mampu menjadikan Batik Naga Tapa bukan sekadar peninggalan museum, tetapi juga identitas baru bagi Purbalingga.
“Dengan menghidupkan motif klasik sekaligus melahirkan motif baru, kami ingin Purbalingga memiliki batik khas yang istimewa dan berbeda dari daerah lain. Inilah kebanggaan bersama yang harus kita jaga,” tegas pria yang kerap disapa igun.
Batik Naga Tapa bukan hanya selembar kain, melainkan simbol sejarah, budaya, dan kebangkitan kreativitas lokal yang siap mendunia dari Purbalingga.