google-site-verification=YyoQycYeX1oqBXs24tjZgisdL-bsneSSAuvFyVbld3E
Benang Antih Purbalingga Tembus Pasar Amerika dan Eropa, Tradisi Lama Bernilai Ekonomi Tinggi -->

Menu Atas

Advertisement

Link Banner

Peta Covid

Benang Antih Purbalingga Tembus Pasar Amerika dan Eropa, Tradisi Lama Bernilai Ekonomi Tinggi

Senin, 15 Desember 2025

Seorang perajin lansia di Desa Tumanggal, Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga, terlihat tekun memutar jantra kayu untuk memintal limbah kapas menjadi benang antih bernilai ekonomi tinggi, Minggu (14/12/2025). Foto Tribun Banyumas

INFOPBG.COM, PURBALINGGA - Dari sebuah desa kecil di Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga, lahir produk tekstil tradisional yang kini diminati pasar internasional. Benang antih Purbalingga, hasil pemintalan kapas secara manual, berhasil menembus pasar Amerika Serikat dan Eropa, berkat keunikan tekstur yang tidak dimiliki produk pabrikan.

Di Desa Tumanggal, aktivitas memintal kapas atau yang dikenal warga setempat sebagai ngantih masih dilakukan secara turun-temurun. Proses ini sepenuhnya mengandalkan tenaga manusia dengan alat tradisional berupa jantra kayu. Meski sederhana, hasilnya justru memiliki nilai jual tinggi di pasar global.

Limbah Kapas Disulap Jadi Produk Ekspor

Bahan baku benang antih berasal dari limbah kapas pabrik tekstil di wilayah Semarang dan Batang. Kapas yang tidak bisa diolah mesin modern ini kemudian dipintal secara manual oleh perajin desa.

Menurut Surati, salah satu perajin senior di Tumanggal, proses tradisional membuat setiap benang memiliki karakter berbeda.

“Teksturnya tidak seragam, tebal tipisnya tidak sama. Justru itu yang dicari pembeli luar negeri,” ujarnya, Minggu (14/12/2025).

Warisan Sejak Zaman Jepang

Tradisi ngantih telah ada sejak masa pendudukan Jepang. Kala itu, warga Tumanggal memintal kapas sendiri sebagai upaya memenuhi kebutuhan sandang. Keterampilan tersebut diwariskan lintas generasi dan tetap bertahan hingga kini.

Surati menyebut, ayahnya, Wartasja, menjadi tokoh penting yang menjaga keberlangsungan tradisi benang antih di desa tersebut. Meski tenun kainnya kini jarang diproduksi, benang hasil ngantih tetap dilestarikan.

Bangkit Lewat Inovasi Produk Jadi

Perkembangan signifikan terjadi ketika pengelolaan usaha diteruskan kepada generasi berikutnya. Sejak 2013, benang antih mulai diolah tidak hanya sebagai bahan baku, tetapi juga menjadi kain dan produk jadi.

“Mulai 2020 kami berani memproduksi barang jadi seperti taplak meja, sarung bantal, napkin, dan selimut,” kata Nanik Risyani, pengelola usaha benang antih Tumanggal.

Langkah tersebut terbukti efektif membuka akses pasar yang lebih luas.

Ekspor Benang Antih ke Amerika dan Eropa

Kesempatan ekspor datang secara tidak terduga saat mengikuti pameran. Dari sana, Nanik bertemu pembeli asal Amerika Serikat yang tertarik dengan produk berbahan benang antih.

Dalam pengiriman awal, ratusan produk langsung diekspor. Saat ini, pasar benang antih Purbalingga telah menjangkau sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Yunani, Turki, Brazil, hingga Maldives. Sementara pasar domestik rutin menyasar Bali dan Yogyakarta.

Keunikan Handmade Jadi Daya Tarik Utama

Di tengah industri tekstil modern yang menuntut keseragaman, benang antih justru unggul karena sifat handmade. Setiap perajin menghasilkan benang dengan karakter berbeda, sehingga tidak ada produk yang benar-benar identik.

“Karena dibuat tangan, hasil dari satu perajin dengan yang lain pasti berbeda. Itulah nilai seni yang tidak bisa ditiru mesin,” jelas Nanik.

Menggerakkan Ekonomi Ratusan Perajin

Saat ini, sekitar 700 perajin di lima desa di Kecamatan Pengadegan menggantungkan penghasilan dari produksi benang antih. Mayoritas perajin merupakan ibu rumah tangga yang bekerja dari rumah.

Sistem kerja dilakukan dengan pembagian kapas kepada perajin, lalu benang yang telah jadi dikumpulkan kembali. Setiap kilogram benang dihargai sekitar Rp30 ribu. Dalam kondisi pesanan tinggi, kebutuhan kapas bisa mencapai lima ton per bulan.

Selain itu, usaha ini juga menyerap tenaga kerja tetap dan tambahan dari warga sekitar.

Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui dinas terkait tengah mengusulkan benang antih sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Berbagai tahapan pendokumentasian telah dilakukan, termasuk pembuatan film dan pendataan perajin.

Upaya ini diharapkan dapat memperkuat perlindungan tradisi sekaligus meningkatkan daya saing benang antih di tingkat nasional dan internasional.

Dengan mengandalkan keunikan tradisi, kearifan lokal, dan sentuhan tangan manusia, benang antih Purbalingga membuktikan bahwa produk desa mampu bersaing di pasar global.

sumber https://banyumas.tribunnews.com/features/85769/cacat-yang-memikat-benang-antih-purbalingga-justru-jadi-rebutan-pasar-amerika-dan-eropa